Rabu, 15 April 2015

KEWENANGAN BIDAN KOMUNITAS

KEWENANGAN BIDAN KOMUNITAS

KEWENANGAN BIDAN KOMUNITAS
1. Memberikan pelayanan kebutuhan sebagai tenaga terlatih
2. Meningkatkan pengetahuan kesehatan masyarakat
3. Meningkatkan upaya penerimaan gerakan KB
4. Memberikan pendidikan dukun beranak
5. Meningkatkan sstem rujukan
6. Sebagai pelayanan asuhan / pelayanan KB
7. Sebagai pengelola pelayanan KIA / KB
8. Sebagai pendidik klien, keluarga, masyarakat dan calon nakes
9. Sebagai pelaksana penelitian dalam pelayanan
FUNGSI UTAMA BIDAN BAGI MASYARAKAT
1. Mengupayakan kesehatan ibu dan bayinya
2. Bidan mempunyai power untuk mempengaruhi dan memberikan asuhan kebidanan
FUNGSI UTAMA PROFESI KEBIDANAN
Untuk mengupayakan kesejahteraan ibu dan bayinya
RUANG LINGKUP ASUHAN YANG DIBERIKAN
1. Pengetahuan umum, ketrampilan dan perilaku yang berhubungan dengan ilmu-ilmu sosial. Kesehatan masyarakat dan etik
2. Prakonsepsi, KB dan menyusui
3. Asuhan konseling selama kehamilan
4. Asuhan pada ibu nifas dan menyusui
5. Asuhan pada BBL
6. Asuhan pada persalinan dan kelahiran
7. Asuhan pada bayi dan balita
8. Kebidanan komunitas
9. Aasuhan pada ibu/wanita

KODE ETIK BIDAN

KODE ETIK BIDAN

KODE ETIK BIDAN
1. Deskripsi kode etik bidan Indonesia
Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber merupakan nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntutan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.
2. Kode Etika Bidan Indonesia
a. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat
1) Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya
2) Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan
3) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
4) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan nilai-nilai yang dianut.
5) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya
6) Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.
b. Kewajiban bidan terhadap tugasnya
1) Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, kelurga dan masyarakat
2) Setiap bidan berkewajiban memberikan pertolongan sesuai dengan kewenangan dalam mengambil keputusan termasuk mengadakan konsultasi dan / rujukan
3) Setiap bidan harus menjamin kerahsiaan keterangan yang didapat dan/atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien
c. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya
1) Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi
2) Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadp sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
d. Kewajiban bidan dalam profesinya
1) Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesi dengan menampilkan kepribadian yang bermartabat dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.
2) Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
3) Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu citra profesinya
e. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
1) Setiap bidan wajib memelihara kesehatan agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik
2) Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan perkembangan ilmu kesehatan dan teknologi
f. Setiap bidan bertanggung jawab terhadap pemerintah, nusa, bangsa dan tanah air
1) Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan kesehatan reproduksi, keluarga berencana dan kesehatan keluarga
2) Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikiran kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL



KATA PENGANTAR
                                                                                   
Puji syukur hanya kepada Allah Azzawa jala, terucap dari lubuk hati penulis yang menghamba. Sungguh, karena Dia-lah karya kecil ini selesai, tumbuh dalam kesempurnaannya yang tidak sempurna.
Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad, SAW. cintanya yang agung kepada Sang Pencipta dan kepada sesama makhluk adalah inspirasi cinta sejati yang tak ada bandingnya dalam sejarah umat manusia. 
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Arsulfa, S.Si.T,M.Keb. selaku penasihat yang telah meluangkan waktu, memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
Makalah ini dikemas secara ringkas tetapi tidak mengurangi nilai-nilai pengetahuan yang harus diketahui bersama.
Selanjutnya kami  penulis berharap semoga makalah ini dapat memberi motivasi bagi pembaca untuk selalu menjaga kesehatan pribadinya dan lingkungannya bagi kehidupan saat ini dan kehidupan yang akan datang, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat lebih bagi pembaca.
  Tangerang, Maret  2013
Penulis
DAFTAR ISI
                                                                                                                           Halaman
KATA PENGANTAR                                                                                                    i
DAFTAR ISI                                                                                                                  ii
BAB I PENDAHULUAN                                                                                               1
A.     Latar Belakang                                                                                                    2
B.     Masalah                                                                                                              2
C.     Tujuan                                                                                                                 2
D.     Manfaat                                                                                                              2
BAB II PEMBAHASAN                                                                                                3
A.     Defenisi Kegawatdaruratan                                                                                  3
B.     Kegawatdaruratan Maternal                                                                                3
C.     Kegawatdaruratan Neonatal                                                                                24
D.     Peran Bidan dalam Kegawwatdaruratan Maternal dan Neonatal                           34
BAB III PENUTUP                                                                                                        37
A.     Simpulan                                                                                                             37
B.     Saran                                                                                                                  37
DAFTAR PUSATAKA                                                                                                  38
BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Semua wanita hamil beresiko komplikasi obstetri. Komplikasi yang mengancam jiwa kebanyakan terjadi selama persalinan, dan ini semua tidak dapat diprediksi. Prenatal screening tidak mengidentifikasi semua wanita yang akan mengembangkan komplikasi (Rooks, Winikoff, dan Bruce 1990).
Perempuan tidak diidentifikasi sebagai "berisiko tinggi" dapat dan melakukan mengembangkan komplikasi obstetrik. Kebanyakan komplikasi obstetrik terjadi pada wanita tanpa faktor risiko.
Penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia dan perdarahan. Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Akibat jangka panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika gangguan ini diketahui sebelum kelahiran (mis; pada keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi/ oksigenasi janin intrauterine atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi
Pada saat ini angka kematian ibu dan angka kematian perinatal di Indonesia masih sangat tinggi. Menusut survei demografi dan kesehatan indonesia (SDKI) tahun 2011 Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi, yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup, dan Angka Kematian Balita di Indonesia tahun 2007 sebesar 44/10.000 Kelahiran Hidup. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, maka angka kematian ibu di Indonesia adalah 15 kali angka kematian ibu di Malaysia, 10 kali lebih tinggi dari pada thailan  atau 5 kali lebih tinggi dari pada Filipina.
Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi, kemampuan kinerja petugas kesehatan berdampak langsung pada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan maternal dan neonatal terutama kemampuan dalam mengatasi masalah yang bersifat kegawatdaruratan. Semua penyulit kehamilan atau komplikasi yang terjadi dapat dihindari apabila kehamilan dan persalinan direncanakan, diasuh dan dikelola secara benar. Untuk dapat memberikan asuhan kehamilan dan persalinan yang cepat tepat dan benar diperlukan tenaga kesehatan yang terampil dan profesional dalam menanganan kondisi kegawatdaruratan
B.     Masalah
Masalah yang dibahas dalam penulisan makalah ini adalah bagaimana tentang
konsep dasar Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal?
C.     Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dlam penulisan makalah ini adalah untuk  mendeskripsikan tentang konsep dasar Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.
D.    Manfaat
Manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah :
a.       Penulis dapat memperoleh  pengetahuan dan pemahaman tentang Asuhan Kebidanan dalam Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
b.      Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tenttang Asuhan Kebidanan dalan Kegawatdaruratab Maternal dan Neonatal
BAB II
PEMBAHASAN
A.     Defenisi Kegawatdaruratan
            Kegawatdaruratan adalah mencakup diagnosis dan tindakan terhadap semua pasien yang memerlukan perawatan yang tidak direncnakan dan mendadak atau terhadap pasien dengan penyakit atau cidera akut untuk menekan angka kesakitan dan kematian pasien.
            Obstetri adalah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan persalinan, hal-hal yang mendahuluinya dan gejala-gejala sisanya . membahas tentang fenomena dan penatalaksanaan kehamilian, persalinan, peurperium baik dalam keadaan normal maupun abnormal.
            Neonatus adalah organisme yang berada pada periode adaptasi kehidupan intrauterin ke ekstrauterin. Masa neonatus adalah periode selama satu bulan (lebih tepat 4 minggu atau 28 hari setelah lahir)
B.     Kegawatdaruratan Obstetric
Macam-macam kegawatdaruratan obstetric :
1.      Abortus
a.       Definisi abortus
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan (Prawiroharjo, 2006).
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya kurang dari 20 minggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya amenore, tanda-tanda kehamilan, perdarahan hebat per vagina, pengeluaran jaringan plasenta dan kemungkinan kematian janin.Pada abortus septik, perdarahan per vagina yang banyak atau sedang, demam (menggigil), kemungkinan gejala iritasi peritoneum, dan kemungkinan syok.
b.      Etiologi
Abortus pada wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab diantaranya :
1)      Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu. Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang tidak bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat yang berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus.
2)      Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah tinggi yang menahun.
3)       Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu seperti radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus toxoplasma.
4)      Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke belakang (secara umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.
c.       Klasifikasi
Abortus pun dibagi bagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain :
1)      Abortus Komplet
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada kehamilan kurang dari 20 minggu.
2)      Abortus Inkomplet
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih ada yang tertinggal.
3)      Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks yang telah mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di dalam rahim.
4)      Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam, sedangkan jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam rahim.
5)      Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus terlah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan.
6)      Abortus Habitualis
Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau lebih.
7)      Abortus Infeksius
Abortus yang disertai infeksi organ genitalia.
8)      Abortus Septik
Abortus yang terinfeksi dengan penyebaran mikroorganisme dan produknya kedalam sirkulasi sistemik ibu
d.      Penanganan Abortus
1)      Abortus Komplet
Tidak memerlukan penanganan penanganan khusus, hanya apabila menderita anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya makan makanan yang mengandung banyak protein, vitamin dan mineral.
2)      Abortus Inkomplet
Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien diinfus dan dilanjutkan transfusi darah. Setelah syok teratasi, dilakukan kuretase, bila perlu pasien dianjurkan untuk rawat inap.
3)      Abortus Insipiens
Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur kehamilan kurang dari 12 minggu yang disertai dengan perdarahan.
4)      Abortus Iminens
Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan karena cara ini akan mengurangi rangsangan mekanis dan menambah aliran darah ke rahim. Ditambahkan obat penenang bila pasien gelisah.
5)      Missed Abortion
Dilakukan kuretase. harus hati hati karena terkadang plasenta melekat erat pada rahim
6)      Abortus Habitualis
Transfusi leukosit / Heparin.
7)      Abortus Infeksius- Abortus Septik
            Infus ; Kp Transfusi, Anti Biotika Spektrum Luas, Kultur – Sensitivity Test, Bila keadaan sudah layak Kuret. Kalau Tetanus :
a)      Inj. ATS
b)      Irigasi H2O2
c)      Histerektomi
e.       Terapi
Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah dengan Macrodex, Haemaccel, Periston, Plasmagel, Plasmafundin (pengekspansi plasma pengganti darah) dan perawatan di rumah sakit. Terapi untuk perdarahan yang mengancam nyawa (syok hemoragik) dan memerlukan anestesi, harus dilakukan dengan sangat hati-hati jika kehilangan darah banyak. Pada syok berat, lebih dipilih kuretase tanpa anestesi kemudian Methergin. Pada abortus pada demam menggigil, tindakan utamanya dengan penisilin, ampisilin, sefalotin, rebofasin, dan pemberian infus.
2.      Mola Hidatidosa (Kista Vesikular)
a.       Definisi
Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologist, ditemukan proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah.
b.      Etiologi
Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang mungkin dapat menyebabkan dan mendukung terjadinya mola, antara lain:
  1. Faktor ovum, di mana ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan
  2. Imunoselektif dari trofoblast
  3. Keadaan sosioekonomi yang rendah
  4. Paritas tinggi
  5. Kekurangan protein
  6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
c.       Klasifikasi
1.      Mola Hidatidosa Sempurna
Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikel – vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai beberapa sentimeter dan sering berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai kecil. Temuan Histologik ditandai oleh adanya, antara lain:
1)      Degenerasi hidrofobik dan pembengkakan stroma vilus
2)      Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
3)      Proliferasi epitel tropoblas dengan derajat bervariasi
4)      Tidak adanya janin dan amnion
Mola sempurna tidak memiliki jaringan fetus. 90% merupakan genotip 46XX dan sisanya 46XY. Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Mola sempurna dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu :
1)      Mola Sempurna Androgenetic
a.       Homozygous
Merupakan 80% dari kejadian mola sempurna. Dua komplemen kromosom paternal identik, didapatkan dari duplikasi kromosom haploid seluruhnya dari ayah. Selalu perempuan; 46,YY tidak pernah ditemukan
b.      Heterozygous
Merupakan 20% dari kejadian mola sempurna. Dapat laki-laki atau perempuan. Semua kromosom berasal dari kedua orang tua, kemungkinan besar terjadi karena pembuahan dua sperma.
2)      Mola Sempurna Biparental
Genotip ayah dan ibu terlihat, tetapi gen maternal gagal mempengaruhi janin sehingga hanya gen paternal yang terekspresi. Mola sempurna biparental jarang ditemukan. Bentuk rekuren mola biparental (yang merupakan familial dan sepertinya diturunkan sebagai autosomal resesif) pernah ditemukan. Telah ditemukan daerah kromosom yang menjadi calon yaitu 19q13. Presentasi klinis yang tipikal pada kehamilan mola sempurna dapat didiagnosis pada trimester pertama sebelum onset gejala dan tanda muncul. Gejala yang paling sering terjadi pada mola sempurna yaitu perdarahan vagina. Jaringan mola terpisah dari desidua dan menyebabkan perdarahan. Uterus dapat menjadi membesar akibat darah yang jumlahnya besar dan cairan merah gelap dapat keluar dari vagina. Gejala ini terjadi pada 97% kasus mola hidatidosa. Pasien juga melaporkan mual dan muntah yang hebat. Ini diakibatkan peningkatan kadar human chorionic gonadotropin (HCG). Sekitar 7% pasien juga datang dengan takikardia, tremor, dan kulit hangat.
2.      Mola Hidatidosa Parisal
Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian villi yang biasanya avaskular, sementara villi-villi berpembuluh lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak terkena. Pasien dengan mola parsial tidak memiliki manifestasi klinis yang sama pada mola sempurna. Pasien ini biasanya datang dengan tanda dan gejala yang mirip dengan aborsi inkomplit atau missed abortion yakni Perdarahan vagina dan hilangnya denyut jantung janin, Pada mola parsial, jaringan fetus biasanya didapatkan, eritrosit dan pembuluh darah fetus pada villi merupakan penemuan yang seringkali ada. Komplemen kromosomnya yaitu 69,XXX atau 69,XXY. Ini diakibatkan dari fertilisasi ovum haploid dan duplikasi kromosom haploid paternal atau akibat pembuahan dua sperma. Tetraploidi juga biasa didapatkan. Seperti pada mola sempurna, ditemukan jaringan trofoblastik hyperplasia dan pembengkakan villi chorionic.
c.       Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi pada minggu ke 14 – 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala
  1. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS
  2. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar):
a.       Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab
b.      Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni)
d.      Manifestasi Klinis
  1. Amenorrhoe dan tanda-tanda kehamilan.
  2. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. merupakan
    gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama
    berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan
    anemia defisiensi besi.
  3. Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia
    kehamilan.
  4. Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin maupun ballottement.
  5. Hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup berat.
  6. Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke-24
  7. Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti
  8. Gejala Tirotoksikosis
e.       Diagnosa
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang komplet terdapat tanda dan gejala klasik yakni:
1)      Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak, dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97% kasus.
2)      Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon β-HCG.
3)      Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor dan kulit yang hangat.
3.    Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)
a.       Definisi
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi diluar endometrium kavum uteri.
b.      Penyebab
Gangguan ini adalah terlambatnya transport ovum karena obstruksi mekanis pada jalan yang melewati tuba uteri. Kehamilan tuba terutama di ampula, jarang terjadi kehamilan di ovarium.
c.       Tanda dan Gejala
Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering unilateral (abortus tuba), hebat dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan abdomen yang jelas dan menyebar. Kavum douglas menonjol dan sensitive terhadap tekanan. Jika ada perdarahan intra-abdominal, gejalanya sebagai berikut:
1)      Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih jarang pada abdomen bagian atas.
2)      Abdomen tegang.
3)      Mual.
4)      Nyeri bahu.
5)      Membran mukosa anemis.
Jika terjdi syok, akan ditemukan nadi lemah dan cepat, tekanan darah di bawah 100 mmHg, wajah tampak kurus dan bentuknya menonjol-terutama hidung, keringat dingin, ekstremitas pucat, kuku kebiruan, dan mungkin terjadi gangguan kesadaran.
d.      Diagnosis
Ditegakkan melalui adanya amenore 3-10 minggu, jarang lebih lama, perdarahan per vagina tidak teratur (tidak selalu).
e.       Penanganan
Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
1)      Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.
2)      Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan.
3)      Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan.
Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu :
1)      Kondisi penderita pada saat itu,
2)      Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya,
3)      Lokasi kehamilan ektopik.
4)      Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat.
f.        Terapi
Terapi untuk gangguan ini adalah dengan infuse ekspander plasma (Haemaccel, Macrodex) 1000 ml atau merujuk ke rumah sakit secepatnya.
4.    Plasenta Previa
a.       Definisi
Plasenta Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir
b.      Etiologi
Mengapa Plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat diterangkan, bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi pada dosidua akibat persalinan yang lampau dan dapat menyebabkan plasenta previa tidak selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas fungsi, memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak seperti pada kehamilan kembar. Plasenta yang letaknya normal sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir.
Gambaran klinis plasenta previa
1)      Perdarahan tanpa nyeri
2)      Perdarahan berulang
3)      Warna perdarahan merah segar
4)      Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
5)      Timbulnya perlahan-lahan
6)      Waktu terjadinya saat hamil
7)      His biasanya tidak ada
8)      Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
9)      Denyut jantung janin ada
10)  Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
11)  Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
12)  Presentasi mungkin abnormal.
c.       Diagnosis
1)      Anamnesis. Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pada pemeriksaan hematokrit.
2)      Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
3)      Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
4)      Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
5)      Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah.
6)      Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif.. Dilakukan dengan PDMO yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks pada perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat, tidak dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya menetukan diagnosis.
d.      Klasifikasi
  1. Plasenta Previa otalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan Plasenta
  2. Plasenta Previa Parsialis, apabila sebahagian pembukaan tertutup oleh jaringan Plasenta
  3. Plasenta Previa Marginalis, apabila pinggir Plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan.
  4. Plasenta Letak Rendah, Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir
e.       Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik. Pada kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse Macrodex, Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus pasien gelisah, diberikan 10 mg valium (diazepam) IM atau IV secara perlahan.
5.    Solusio (Abrupsio) Plasenta
a.       Definisi
Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak lahir .
b.      Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti. Meskipun demikian ada beberapa factor yang diduga mempengaruhi nya, antara lain :
1)      Penyakit hipertensi menahun
2)      Pre-eklampsia
3)      Tali pusat yang pendek
4)      Trauma
5)      Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior uterus yang sangat mengecil ( hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir
Di samping hal-hal di atas, ada juga pengaruh dari :
1)      Umur lanjut
2)      Multiparitas
3)      ketuban pecah sebelum waktunya
4)      defisiensi asam folat
5)      merokok, alcohol, kokain
6)      mioma uteri
c.       Klasifikasi
Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam :
1)      solusio placenta ringan
2)      solusio placenta sedang
3)      solusio placenta berat
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda-tanda klinisnya, sesuai derajat terlepasnya placenta. Pada solusio placenta, darah dari tempat pelepasan mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan akhirnya keluar dari serviks dan terjadilah solusio placenta dengan perdarahan keluar / tampak. Kadang-kadang darah tidak keluar tapi berkumpul di belakang placenta membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan ini disebut perdarahan ke dalam/ tersembunyi. Kadang- kadang darah masuk ke dalam ruang amnion sehingga perdarahan tetap tersembunyi.
d.      Gejala klinis
1)      Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his.
2)      Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.
3)      Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang placenta sehingga uterus teregang (uterus en bois).
4)      Palpasi sukar karena rahim keras.
5)      Fundus uteri makin lama makin naik
6)      Bunyi jantung biasanya tidak ada
7)      Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi uterus bertambah
8)      Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia
e.       Diagnosis
Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum yang bersifat nyeri, uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir, ditemukan adanya impresi (cekungan) pada permukaan maternal plasenta akibat tekanan dari hematom retroplasenta.
f.        Penanganan solusio plasenta
1)      Solusio plasenta ringan
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya kemudian berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang maka penderita dapat dirawat secara konservatif di rumah sakit dengan observasi ketat.
2)      Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi. Apabila janin hidup, dilakukan sectio caesaria. Sectio caesaria dilakukan bila serviks panjang dan tertutup, setelah pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila janin mati, ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding uterus disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 iu dalam 500cc glukosa 5% untuk mempercepat persalinan.
6.    Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)
Retensio Plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi lahir.  Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya plasenta tidak lahir spontan dan tidak yakin apakah plasenta lengkap.
a.       Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
1)      Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
2)      Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan placenta pada uterus.
3)      Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
b.      Sebab-sebab terjadinya retensio plasenta ini adalah:
1)      Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat lebih dalam. Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas sama sekali dan akan terjadi perdarahan jika lepas sebagian. Hal ini merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi:
a)      Plasenta adhesiva, melekat pada endometrium, tidak sampai membran basal.
b)      Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke miometrium.
c)       Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke miometrium tetapi belum menembus serosa.
d)       Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.
2)      Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (plasenta inkarserata)
c.       Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1)      Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2)      Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3)      Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4)      Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5)      Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6)      Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7)      Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.
d.      Terapi
Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon (oksitosin) IV yang diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati dengan tekanan pada fundus. Jika plasenta tidak lahir, usahakan pengeluaran secara manual setelah 15 menit. Jika ada keraguan tentang lengkapnya plasenta,lakukan palpasi sekunder.
7.    Pre-eklamsia
a.       Pengertian Pre-Eklamsia
Pre-eklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008).
Pre-eklamsia dan eklamsia, merupakan kesatuan penyakit, yakni yang langsung disebabkan oleh kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana hal itu terjadi. Pre eklamasi diikuti dengan timbulnya hipertensi disertai protein urin dan oedema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Fak. UI Jakarta, 1998).
Diagnosis pre-eklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala, yaitu penambahan berat badan yang berlebihan, oedema, hipertensi dan proteinuria. Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 Kg seminggu berapa kali. Oedema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Tekanan darah > 140/90 mmHg atau tekanan sistolik meningkat >30 mmHg atau tekanan diastolik >15 mmHg yang diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit. (Kapita Selekta Kedokteran, Mansjoer Arif, Media Aesculapius, Jakarta, 2000)
b.      Penyebab pre-eklamsia
Penyebab pre-eklamsi belum diketahui secara pasti, banyak teori yang coba dikemukakan para ahli untuk menerangkan penyebab, namun belum ada jawaban yang memuaskan. Teori yang sekarang dipakai adalah teori Iskhemik plasenta. Namun teori ini juga belum mampu menerangkan semua hal yang berhubungan dengan penyakit ini. (Ilmu Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Fak. UI Jakarta, 1998)
c.       Klasifikasi Pre-Eklamsia
Pre-eklamsia digolongkan menjadi 2 golongan :
1)      Pre-eklamsia ringan :
a)      Kenaikan tekanan darah diastolik 15 mmHg atau >90 mmHg dengan 2 kali pengukuran berjarak 1jam atau tekanan diastolik sampai 110mmHg.
b)      Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg atau > atau mencapai 140 mmHg.
c)      Protein urin positif 1, edema umum, kaki, jari tangan dan muka. Kenaikan BB > 1Kg/mgg. 2) Pre-eklampsia berat : a) Tekanan diastolik >110 mmhg, Protein urin positif 3, oliguria (urine, 5gr/L). b) Hiperlefleksia, gangguan penglihatan, nyeri epigastrik, terdapat edema dan sianosis, nyeri kepala, gangguan kesadaran
d.      Gangguan klinis pre-eklamsia
1)      Sakit kepala terutama daerah frontal
2)      Rasa nyeri daerah epigastrium
3)      Gangguan penglihatan
4)      Terdapat mual samapi muntah
5)      Gangguan pernafasan sampai sianosis
6)      Gangguan kesadaran
e.       Diagnosa pre-eklamsia
Pada umumnya diagnosis diferensial antara pre-eklamsia dengan hipertensi manahun atau penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan kesukaran. Pada hipertensi menahun adanya tekanan darah yang meninggi sebelum hamil pada keadaan muda atau bulan postpartum akan sangat berguna untuk membuat diagnosis. Untuk diagnosis penyakit ginjal saat timbulnya proteinuria banyak menolong. Proteinuria pada pre-eklamsia jarang timbul sebelum TM ke 3, sedangkan pada penyakit ginjal timbul lebih dulu
f.        Pencegahan pre-eklamsia
Belum ada kesepakatan dalam strategi pencegahan pre-eklamsia. Beberapa penelitian menunjukkan pendekatan nutrisi (diet rendah garam, diit tinggi protein, suplemen kalsium, magnesium dan lain-lain). Atau medikamentosa (teofilin, antihipertensi, diuretic, aspirin, dll) dapat mengurangi timbulnya pre-eklamsia
g.       Penanganan pre-eklamsia
1)      Jika setelah penanganan diastolik tetap lebih dari 110 mmHg, beri obat anti hipertensi sampai tekanan diastolik di antara 90-100mmHg.
2)      Pasang infus dengan jarum besar (16G atau lebih besar).
3)      Ukur keseimbangan cairan jangan sampai terjadi overload cairan.
4)      Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinuria.
5)      Jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam, hentikan magnesium sulfat dan berikan cairan IV NaCl 0,9% atau Ringer laktat 1 L/ 8 jam dan pantau kemungkinan oedema paru.
6)       Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.
7)       Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung tiap jam.
8)      Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda oedema paru.
9)       Hentikan pemberian cairan IV dan beri diuretic (mis: furosemid 40 mg IV sekali saja jika ada edema paru).
10)   Nilai pembekuan darah jika pembekuan tidak terjadi sesudah 7 menit (kemungkinan terdapat koagulopati).
8.    HPP (Hemorrhagic Post Partum)
a.       Pengertian HPP
Perdarahan setelah melahirkan atau hemorrhagic post partum (HPP) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak
b.      Penyebab HPP
1)      Atonia uteri Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. (Merah) Pada atonia uteri uterus terus tidak mengadakan konstraksi dengan baik, dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan post partum.
2)      Retensio plasenta plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus
3)      Robekan jalan lahir Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir
c.       Klasifikasi HPP
1)      Perdarahan post partum primer/dini (early postpartum hemarrhage) Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama
2)      Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage) Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama
d.      Diagnosa HPP
Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat. Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.
e.       Pencegahan dan Penanganan HPP
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi. Penanganan umum pada perdarahan post partum :
1)      Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
2)       Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)
3)       Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).
4)      Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
5)      Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
6)      Atasi syok
7)      Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
8)       Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
9)       Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
10)   Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
11)  Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik
C.     Kegawatdaruratan Neonatal
1.      Pengertian Neonatus
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua system. Neonatus bukanlah miniatur orang dewasa, bahkan bukan pula miniatur anak. Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam rahim yang serba tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim yang serba mandiri. Masa perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama. Transisi ini hampir meliputi semua sistem organ tapi yang terpenting bagi anestesi adalah system pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari itu sangatlah diperlukan penataan dan persiapan yang matang untuk melakukan suatu tindakan anestesi terhadap neonatus.
2.      Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegawatdaruratan pada Neonatus
a.       Faktor Kehamilan
1)      Kehamilan kurang bulan
2)      Kehamilan dengan penyakit DM
3)      Kehamilan dengn gawat janin
4)      Kehamilan dengan penyakit kronis ibu
5)      Kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat
6)      Infertilitas
b.      Faktor pada Partus
1)      Partus dengan infeksi intrapartum
2)      Partus dengan penggunaan obat sedatif
c.       Faktor pada Bayi
1)      Skor apgar yang rendah
2)      BBLR
3)      Bayi kurang bulan
4)      Berat lahir lebih dari 4000gr
5)      Cacat bawaan
6)      Frekuensi pernafasan dengan 2x observasi lebih dari 60/menit
3.      Kondisi-Kondisi Yang Menyebabkan Kegawatdaruratan Neonatus
a.       Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.
Akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.
Etiologi dan factor presipitasi dari hipotermia antara lain : prematuritas, asfiksia, sepsis, kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan cerebral, pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran dan eksposure suhu lingkungan yang dingin.
Penanganan hipotermia ditujukan pada:
1)      Mencegah hipotermia
2)      Mengenal bayi dengan hipotermia
3)      Mengenal resiko hipotermia
4)      Tindakan pada hipotermia.
Tanda-tanda klinis hipotermia:
1)      Hipotermia sedang (suhu tubuh 320C - <360C ), tanda-tandanya antara lain : kaki teraba dingin, kemampuan menghisap lemah, tangisan lemah dan kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata.
2)      Hipotermia berat (suhu tubuh < 320C ), tanda-tandanya antara lain : sama dengan hipotermia sedang, dan disertai dengan pernafasan lambat tidak teratur, bunyi jantung lambat, terkadang disertai hipoglikemi dan asidosisi metabolik.
3)      Stadium lanjut hipotermia, tanda-tandanya antara lain : muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)
b.      Hipertermia
Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan termoregulasi. Hipertermia terjadi ketika tubuh menghasilkan atau menyerap lebih banyak panas daripada mengeluarkan panas. Ketika suhu tubuh cukup tinggi, hipertermia menjadi keadaan darurat medis dan membutuhkan perawatan segera untuk mencegah kecacatan dan kematian.
Penyebab paling umum adalah heat stroke dan reaksi negatif obat. Heat stroke adalah kondisi akut hipertermia yang disebabkan oleh kontak yang terlalu lama dengan benda yang mempunyai panas berlebihan. Sehingga mekanisme penganturan panas tubuh menjadi tidak terkendali dan menyebabkan suhu tubuh naik tak terkendali. Hipertermia karena reaksi negative obat jarang terjadi. Salah satu hipertermia karena reaksi negatif obat yaitu hipertensi maligna yang merupakan komplikasi yang terjadi karena beberapa jenis anestesi umum.
Tanda dan gejala : panas, kulit kering, kulit menjadi merah dan teraba panas, pelebaran pembuluh darah dalam upaya untuk meningkatkan pembuangan panas, bibir bengkak. Tanda-tanda dan gejala bervariasi tergantung pada penyebabnya. Dehidrasi yang terkait dengan serangan panas dapat menghasilkan mual, muntah, sakit kepala, dan tekanan darah rendah. Hal ini dapat menyebabkan pingsan atau pusing, terutama jika orang berdiri tiba-tiba. Tachycardia dan tachypnea dapat juga muncul sebagai akibat penurunan tekanan darah dan jantung. Penurunan tekanan darah dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit, mengakibatkan kulit pucat atau warna kebiru-biruan dalam kasus-kasus lanjutan stroke panas. Beberapa korban, terutama anak-anak kecil, mungkin kejang-kejang. Akhirnya, sebagai organ tubuh mulai gagal, ketidaksadaran dan koma akan menghasilkan.
c.       Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi dimana jumlah glukosa dalam plasma darah berlebihan.
Hiperglikemia disebabkan oleh diabetes mellitus. Pada diabetes melitus, hiperglikemia biasanya disebabkan karena kadar insulin yang rendah dan / atau oleh resistensi insulin pada sel. Kadar insulin rendah dan / atau resistensi insulin tubuh disebabkan karena kegagalan tubuh mengkonversi glukosa menjadi glikogen, pada akhirnyanya membuat sulit atau tidak mungkin untuk menghilangkan kelebihan glukosa dari darah.
Gejala hiperglikemia antara lain : polifagi (sering kelaparan), polidipsi (sering haus), poliuri (sering buang air kecil), penglihatan kabur, kelelahan, berat badan menurun, sulit terjadi penyembuhan luka, mulut kering, kulit kering atau gatal, impotensi (pria), infeksi berulang, kussmaul hiperventilasi, arrhythmia, pingsan, koma.
d.      Tetanus Neonaturum
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi baru lahir yang disebabkan karena basil klostridium tetani.
Tanda-tanda klinis antara laian : bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum, mulut mencucu seperti mulut ikan, mudah terangsang, gelisah (kadang-kadang menangis) dan sering kejang disertai sianosis, kaku kuduk sampai opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus sardonikus.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan :
1)      Bersihkan jalan napas,
2)      longgarkan atau buka pakaian bayi,
3)      masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus kasa ke dalam mulut bayi,
4)      ciptakan lingkungan yang tenang dan
5)      berikan ASI sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang.
e.       Penyakit-penyakit pada ibu hamil
Kehamilan Trimester I dan II, yaitu : anemia kehamilan, hiperemesis gravidarum, abortus, kehamilan ektopik terganggu (implantasi diluar rongga uterus), molahidatidosa (proliferasi abnormal dari vili khorialis).
Kehamilan Trimester III, yaitu : kehamilan dengan hipertensi (hipertensi essensial, pre eklampsi, eklampsi), perdarahan antepartum (solusio plasenta (lepasnya plasenta dari tempat implantasi), plasenta previa (implantasi plasenta terletak antara atau pada daerah serviks), insertio velamentosa, ruptur sinus marginalis, plasenta sirkumvalata).
f.        Sindrom Gawat Nafas Neonatus
Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis, merintih, waktu ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, interkostal pada saat inspirasi ( Perawatan Anak Sakit, Ngastiah. 2010).
g.       Penyakit Membran Hialin (PMH)
Penyebab kelainan ini adalah kekurangan suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru. PMH sering kali mengenai bayi prematur, karena produksi surfaktan yang di mulai sejak kehamilan minggu ke 22, baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan.
Penyebab PMH adalah surfaktan paru. Surfaktan paru adalah zat yang memegang peranan dalam pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak. Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin. Zat ini mulai di bentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai maksimum pada minggu ke 35. Fungsi surfaktan adalah untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk bernafas berikutnya di butuhkan tekanan negatif intrathoraks yang lebih besar dan di sertai usaha inspiarsi yang lebih kuat. Kolaps paru ini menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2. dan oksidosis
Prognosis bayi dengan PMH terutama ditentukan oleh prematuritas serta beratnya penyakit. Bayi yang sembuh mempunyai kesempatan tumbuh dan kembang sama dengan bayi prematur lain yang tidak menderita PMH.
PMH umumnya terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000 gram. Atau masa generasi 30-36 minggu. Gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama setelah lahir dan gejala yang karakteritis mulai terlihat pada umur 24-72 jam.
h.       Pemeriksaan Diagnostik
1)      Foto thorak
Atas dasar adanya gangguan pernafasan yang dapat di sebabkan oleh berbagai penyebab dan untuk melihat keadaan paru, maka bayi perlu dilakukan pemeriksaan foto thoraks.
2)      Pemeriksaan darah
Perlu pemeriksaan darah lengkap, analisis gas darah dan elektrolit.
i.         Penatalaksanaan Tindakan yang perlu dilakukan :
1)      Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus dalam batas normal (36.5-37oc) dan meletakkan bayi dalam inkubator.
2)      Pemberian oksigen dilakukan dengan hati-hati karena terpengaruh kompleks terhadap bayi prematur, pemberian oksigen terlalu banyak menimbulkan komplikasi fibrosis paru, kerusakan retina dan lain-lain.
3)      Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan hemeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Permulaan diberikan glukosa 5-10 % dengan jumlah 60-125 ML/ Kg BB/ hari.
4)      Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Penisilin dengan dosis 50.000-10.000 untuk / kg BB / hari / ampisilin 100 mg / kg BB/ hari dengan atau tanpa gentasimin 3-5 mg / kg BB / hari.
5)      Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan ekstrogen ( surfaktan dari luar)
j.        Keperawatan
Pada umumnya dengan BB lahir 1000-2000 gram dan masa kehamilan kurang dari 36 minggu.
1)      Bahaya kedinginan
Bayi PMH adalah bayi prematur sehingga kulitnya sangat tipis, jaringan lemak belum berbentuk dan pusat pengatur suhu belum sempurna. Akibatnya bayi dapat jatuh dalam keadaan cold injury, sianosis, dispnea, kemudian apnea. Untuk mencegah harus dirawat dalam inkubator yang dapat mempertahankan suhu bayi 36.5oC-37cC
2)      Resiko terjadi gangguan pernafasan
Gejala pertama biasanya timbul dalam 4 jam setelah lahir. Tata laksana perawatan bayi prematur adalah
a)      Dirawat dalam inkubator dengan suhu optimum
b)      Bila bayi mulai terlihat sianosis, dispnea / hiperapsnea segera berikan  oksigen
c)      Kesukaran dalam pemberian makanan, untuk memenuhi kebutuhan kalori maka dipasang infus dengan cairan glukosa 5-10 %. Makanan bayi yang terbaik adalah asi. Karena itu selama bayi belum diberi asi harus tetap pertahankan dengan memompa payudara ibu setiap 3 jam.
3)      Resiko mendapat infeksi, untuk mencegah infeksi, perawat harus bekerja secara aseptik dan inkubator harus aseptik pula. Ruangan tempat merawat bayi terpisah, bersih, dan tidak di benarkan banyak orang memasuki ruangan tersebut kecuali petugas, semua alat yang diperlukan harus steril.
4)      Kebutuhan rasa nyaman. Gangguan rasa nyaman dapat terjadi akibat tindakan medis, misalnya penghisapan lendir, pemasangan infus dll. Untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya selain sikap yang lembut setiap menolong bayi dalam memberi pasi harus di pangku.
k.    Penanganan Kegawatdaruratan pada Bayi Baru Lahir
Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6 menit).
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten. Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis (Hudak dan Gallo, 1997).
Apakah bayi baru lahir memerlukan resusitasi?
Kira-kira 10% bayi baru lahir memerlukan bantuan untuk memulai pernafasan saat lahir,dan sekitar 1% saja yang memerlukan resusitasi lengkap mulai dari pembersihan jalan nafas hingga pemberian obat – obatan darurat. Untuk praktisnya, setiap menolong bayi baru lahir ada 5 pertanyaan yang menentukan apakah resusitasi dibutuhkan:
1.      Apakah bersih dari mekonium?
2.       Apakah bernafas atau menangis?
3.      Apakah tonus otot baik?
4.       Apakah warna kulit kemerahan?
5.       Apakah cukup bulan?
Jika salah satu dari 5 pertanyaan tersebut jawabannya tidak,maka perlu dilakukan resusitasi
Mengapa diberikan resusitasi.?
Tindakan resusitasi diberikan untuk mencegah kematian akibat asfiksia. Dan bila pada bayi asphiksia berat yang tidak dilakukan tindakan resusitasi secara benar akan meninggal atau mengalami gangguan system saraf pusat,misalnya “cerebral palsy”, kelainan jantung misalnya tidak menutupnya “ductus arteriosus”
Kapan Bayi perlu resusitasi.?
Tiga hal penting dalam resusitasi
1.      Pernafasan
Lihat gerakan dada naik turun, frekuensi dan dalamnya pernafasan selama 1 menit. Nafas tersengal – sengal berarti nafas tidak efektif dan perlu tindakan misalnya apneu. Jika pernafasan telah efektif yaitu pada bayi normal biasanya 30 – 50 x / menit dan menangis, kita melangkah ke penilaian selanjutnya
2.      Frekuensi Jantung
Frekuensi denyut jantung harus > 100 per menit. Cara yang termudah dan cepat adalah dengan menggunakan stetoskop atau meraba denyut tali pusat. Meraba arteria mempunyai keuntungan karena dapat memantau frekuensi denyut jantung secara terus menerus, dihitung selama 6 detik (hasilnya dikalikan 10 = Frekuensi denjut jantung selama 1 menit)
Hasil penilaian :
a.       Apabila frekeunsi. > 100 x / menit dan bayi bernafas spontan, dilanjutkan dengan menilai warna kulit
b.      Apabila frekuensi < 100 x / menit walaupun bayi bernafas spontan menjadi indikasi untuk dilakukan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
3.       Warna Kulit
Setelah pernafasan dan frekuensi jantung baik, seharusnya kulit menjadi kemerahan. Jika masih ada sianosis central, oksigen tetap diberikan. Bila terdapat sianosis perifer, oksigen tidak perlu diberikan, disebabkan karena peredaran darah yang masih lamban, antara lain karena suhu ruang bersalin yang dingin.
D.    Peran Bidan Dalam Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
            Kematian ibu dan bayi terjadi karena kegawatdaruratan yang tidak tertangani dengan baik, dapat disebabkan oleh :
1.      Keterlambatan dalam memutuskan untuk mencari perawatan
2.      Keterlambatan mencapai fasilitas rujukan tingkat pertama
3.      Keterlambatan dalam benar-benar menerima perawatan setelah tiba di fasilitas tersebut.
Sebagai contoh : Staf di sebuah pos kesehatan pedesaan pelayanan kegawatdaruratan dasar dengan akan kemampuan tidak diharapkan untuk melakukan bedah caesar bagian tetapi akan diharapkan untuk membuat diagnosis yang benar, resusitasi dan menstabilkan pasien, dan merujuk padanya. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan yang antara lain mengatur hal-hal berikut ini (keterangan: kami kutipkan yang berkaitan dengan anak):
a.       Pemberian kewenangan lebih luas kepada bidan dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan kegawatan obstetri dan neonatal kepada setiap ibu hamil/bersalin, nifas dan bayi baru lahir (0-28 hari), agar penanganan dini atau pertolongan pertama sebelum rujukan dapat dilakukan secara cepat dan tepat waktu.
b.      Dalam menjalankan kewenangan yang diberikan, bidan harus:
1)      Melaksanakan tugas kewenangan sesuai dengan standar profesi
2)       Memiliki keterampilan dan kemampuan untuk tindakan yang dilakukannya
3)      Mematuhi dan melaksanakan protap yang berlaku di wilayahnya
4)      Bertanggung jawab atas pelayanan yang diberikan dan berupaya secara optimal dengan mengutamakan keselamatan ibu dan bayi atau janin.
c.       Pelayanan kebidanan dalam masa kehamilan, masa persalinan dan masa nifas meliputi pelayanan yang berkaitan dengan kewenangan yang diberikan. Perhatian khusus diberikan pada masa sekitar persalinan, karena kebanyakan kematian ibu dan bayi terjadi dalam masa tersebut.
d.      Pelayanan kesehatan kepada anak diberikan pada masa bayi (khususnya pada masa bayi baru lahir), balita dan anak pra sekolah.
e.       Pelayanan kesehatan pada anak meliputi:
1)      Pelayanan neonatal esensial dan tata laksana neonatal sakit di luar rumah sakit yang meliputi:
a)      Pertolongan persalinan yang atraumatik, bersih dan aman
b)      Menjaga tubuh bayi tetap hangat dengan kontak dini
c)      Membersihkan jalan nafas,mempertahankan bayi bernafas spontan
d)      Pemberian asi dini dalam 30 menit setelah melahirkan
e)      Mencegah infeksi pada bayi baru lahir antara lain melalui perawatan tali pusat secara higienis, pemberian imunisasi dan pemberian asi eksklusif.
2)      Pemeriksaan dan perawatan bayi baru lahir dilaksanakan pada bayi 0-28 hari
3)      Penyuluhan kepada ibu tentang pemberian asi eksklusif untuk bayi di bawah 6 bulan dan makanan pendamping asi (mpasi) untuk bayi di atas 6 bulan.
4)      Pemantauan tumbuh kembang balita untuk meningkatkan kualitas tumbuh kembang anak melalui deteksi dini dan stimulasi tumbuh kembang balita.
5)      Pemberian obat yang bersifat sementara pada penyakit ringan, sepanjang sesuai dengan obat-obatan yang sudah ditetapkan dan segera merujuk pada dokter.
f.        Beberapa tindakan yang termasuk dalam kewenangan bidan antara lain:
1)      Memberikan imunisasi kepada wanita usia subur termasuk remaja putri, calon pengantin, ibu dan bayi
2)      Ekstraksi vacum pada bayi dengan kepala di dasar panggul. Demi penyelamatan hidup bayi dan ibu, bidan yang telah mempunyai kompetensi, dapat melakukan ekstraksi vacum atau ekstraksi cunam bila janin dalam presentasi belakang kepala dan kepala janin telah berada di dasar panggul.
3)      Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia. Bidan diberi wewenang melakukan resusitasi pada bayi baru lahir yang mengalami asfiksia, yang sering terjadi partus lama, ketuban pecah dini, persalinan dengan tindakan dan pada bayi dengan berat badan lahir rendah, utamanya bayi prematur. Bayi tersebut selanjutnya perlu dirawat di fasilitas kesehatan, khususnya yang mempunyai berat lahir kurang dari 1750 gram.
4)      Hipotermi pada bayi baru lahir bidan diberi wewenang untuk melaksanakan penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dengan mengeringkan, menghangatkan, kontak dini dan metode kangguru.
BAB III
PENUTUP
A.  Simpulan
            Suatu asuhan kebidanan dikatakan berhasil apabila selain ibuny juga bayi dan keluarganya yang diberikan pelayanan berada dalam kondisi yang optimal. Memberikan pertolongan dengan segera, aman dan bersih adalah bagian asensial dari asuhan bayi baru lahir. Sebagian besar kesakitan dan kematian bayi baru lahir disebabkan oleh asfiksia, hipotermi dan atau infeksi. Kesakitan dan kematian bayi baru lahir dapat dicegah bila asfiksia segera dikenali dan ditatalaksana secara adekuat, dibarengi pula dengan pencegahan hipotermi dan infeksi
B.  Saran
            Dengan penyusunan makalah ini diharapkan para pembaca khususnya para petugas kesehatan terutama bidan dapat berperan serta dalam pertolongan pertama kegawatdaruratan obstetrik dan neonatus. Sehingga pada akhirnya dapat menurunkan angka kesakitan dan angka kematian pada ibu dan bayi.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Winjosastro Hanifa, SpOG.2005. Ilmu Kebidanan, Cetakan ketujuh, Edisi Ketiga, Jakarta : Pustaka Sarwono Prawirohadjo. Yayasan Bina.
Prof.Dr. Heller Luz. 1997. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri, cetakan kelima, Edisi pertama, Jakarta : Buku Kedokteran.
Prof. Dr. Basri Saifuddin, SpOG, Mph.2002. Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatus, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo.